LIMFOMA MALIGNA
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup
sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat
heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran
kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan
sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus,
paru, kulit dan organ lain.
Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia
menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya
mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat
antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan adanya hubungan antara
kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya.4
Secara umum,
limfoma diklasifikasikan menjadi dua, yaitu limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin.
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan histopatologis dari kedua penyakit
di atas, di mana pada limfoma hodgkin terdapat suatu gambaran yang khas yaitu
adanya sel Reed-Sternberg.5
Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan
penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium
awal masih merupakan faktor penting dalam terapi kuratif
walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan
radioterapi. Akhir-akhir ini, angka harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor yang tepat dan
tersedianya kemoterapi dan radioterapi.
Definisi
Limfoma atau limfoma maligna
adalah sekelompok kanker di mana sel-sel limfatik menjadi abnormal dan mulai
tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat di sebagian
besar tubuh manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai dari organ apapun.2
Klasifikasi
Berdasarkan gambaran
histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua jenis5, yaitu:
a. Limfoma
Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu
tipe klasik dan tipe nodular predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe
klasik memiliki empat subtipe menurut Rye, antara lain:
·
Nodular Sclerosis
·
Lymphocyte Predominance
·
Lymphocyte Depletion
·
Mixed Cellularity
b. Limfoma
Non-Hodgkin (LNH)
Formulasi Kerja (Working Formulation)
membagi limfoma non-hodgkin menjadi tiga kelompok utama, antara lain:
·
Limfoma Derajat Rendah
Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu
limfoma limfositik kecil, limfoma folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma
folikuler campuran sel belah besar dan kecil.
·
Limfoma Derajat Menengah
Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu
limfoma folikuler sel besar, limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus
campuran sel besar dan kecil, dan limfoma difus sel besar.
·
Limfoma Derajat Tinggi
Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu
limfoma imunoblastik sel besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak
belah kecil.
Perbedaan antara LH dengan LNH
ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg yang bercampur dengan infiltrat sel
radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45
mm, sering berinti ganda (binucleated), berlobus dua (bilobed),
atau berinti banyak (multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang
sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang besar
seperti inklusi dan seperti “mata burung hantu” (owl-eyes), yang
biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.5
(a)
(b)
Gambar 1. Gambaran histopatologis (a)
Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan (b) Limfoma Non Hodgkin
Epidemiologi
Pada tahun 2002, tercatat 62.000 kasus LH di seluruh
dunia. Di negara-negara berkembang ada dua tipe limfoma hodgkin yang paling
sering terjadi, yaitu mixed cellularity
dan limphocyte depletion, sedangkan
di negara-negara yang sudah maju lebih banyak limfoma hodgkin tipe nodular sclerosis. Limfoma hodgkin lebih
sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan distribusi usia antara 15-34
tahun dan di atas 55 tahun.1
Berbeda
dengan LH, LNH lima kali lipat lebih sering terjadi dan menempati urutan ke-7
dari seluruh kasus penyakit kanker di seluruh dunia. Secara keseluruhan, LNH
sedikit lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita. Rata-rata untuk semua
tipe LNH terjadi pada usia di atas 50 tahun.6
Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia
menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya
mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat
antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan adanya hubungan antara
kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya.4
Etiologi
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai
saat ini belum diketahui secara pasti1,2,6. Beberapa hal yang diduga
berperan sebagai penyebab penyakit ini antara lain:
a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan
kimia (pestisida, herbisida, bahan kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi,
dan radiasi.
c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
d. Faktor genetik
Anatomi
Sistem Limfatik
Sistem
limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem saraf pusat.
Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus, limfonodi
dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung, dan
kulit juga mengandung jaringan limfatik.
Gambar 2. Anatomi Sistem Limfatik
Limfonodi
berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat kecil sampai dengan
1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan (yang terdiri dari beberapa
kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk leher, axilla, thorax,
abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua per tiga dari seluruh kelenjar
limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar dan di dalam tractus
gastrointestinal.
Pembuluh limfe besar adalah ductus
thoracicus, yang berasal dari sekitar bagian terendah vertebrae dan
mengumpulkan cairan limfe dari extremitas inferior, pelvis, abdomen, dan thorax
bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan melewati thorax dan bersatu dengan
vena besar di leher sebelah kiri. Ductus limfatikus dextra mengumpulkan cairan
limfe dari leher sebelah kanan, thorax, dan extremitas bagian superior kemudian
menyatu dengan vena besar pada leher kanan.
Limpa berada di kuadran
kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid lainnya, darah juga mengalir
melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk mengontrol volume darah dan jumlah
sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh serta dapat membantu menghancurkan sel
darah yang telah rusak.2
Patofisiologi
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran
kerusakan genetik pada sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang
dapat menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen,
gen supresor tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam
perbaikan DNA.
Proto-onkogen
merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi,
gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang produknya dapat menyebabkan
transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor tumor adalah gen yang dapat
menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya, kedua gen ini bekerja secara
sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat dicegah. Namun, jika terjadi
aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi inaktivasi gen supresor
tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi tanpa henti.
Gen lain yang berperan dalam
terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur apoptosis dan gen yang mengatur
perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen yang mengatur apoptosis membuat suatu
sel mengalami kematian yang terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan
fungsinya lagi termasuk fungsi regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi,
maka sel-sel yang sudah tua dan seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan
tetap bisa melaksanakan fungsi regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi
berlebihan. Selain itu, gagalnya gen yang mengatur perbaikan DNA dalam
memperbaiki kerusakan DNA akan menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi
sel kanker.5
Gambar 3. Skema Patofisiologi Terjadinya Keganasan
Gejala Klinis
Baik tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin dapat dilihat pada
tabel berikut ini.1,7
Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Limfoma
Limfoma
Hodgkin
|
Limfoma
Non-Hodgkin
|
|
Anamnesis
|
·
Asimtomatik
limfadenopati
·
Gejala sistemik
(demam intermitten, keringat malam, BB turun)
·
Nyeri dada, batuk,
napas pendek
·
Pruritus
·
Nyeri tulang atau
nyeri punggung
|
· Asimtomatik limfadenopati
· Gejala sistemik (demam intermitten, keringat malam, BB
turun)
· Mudah lelah
· Gejala obstruksi GI tract dan Urinary tract.
|
Pemeriksaan
Fisik
|
·
Teraba pembesaran
limonodi pada satu kelompok kelenjar (cervix, axilla, inguinal)
·
Cincin Waldeyer
& kelenjar mesenterik jarang terkena
·
Hepatomegali &
Splenomegali
·
Sindrom Vena Cava Superior
·
Gejala susunan
saraf pusat (degenerasi serebral dan neuropati)
|
·
Melibatkan banyak
kelenjar perifer
·
Cincin Waldeyer dan
kelenjar mesenterik sering terkena
·
Hepatomegali &
Splenomegali
·
Massa di abdomen
dan testis
|
Selain tanda dan gejala di atas, stadium
limfoma maligna secara klinis juga dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann
Arbor yang telah dimodifikasi Costwell.1,3,6
Tabel 2. Klasifikasi Limfoma
Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell
Keterlibatan/Penampakan
|
|
Stadium
|
|
I
|
Kanker
mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau
1 organ ekstralimfatik (IE)
|
II
|
Kanker
mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi
diafragma yang sama (IIE)
|
III
|
Kanker
telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma ditambah dengan organ
ekstralimfatik (IIIE) atau limpa
(IIIES)
|
IV
|
Kanker bersifat
difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ ekstralimfatik
|
Suffix
|
|
A
|
Tanpa
gejala B
|
B
|
Terdapat
salah satu gejala di bawah ini:
·
Penurunan
BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan sebelum diagnosis ditegakkan yang
tidak diketahui penyebabnya
·
Demam
intermitten > 38° C
·
Berkeringat
di malam hari
|
X
|
Bulky tumor yang merupakan massa tunggal
dengan diameter > 10 cm, atau , massa mediastinum dengan ukuran > 1/3
dari diameter transthoracal maximum pada foto polos dada PA
|
Gambar 4. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann
Arbor
Diagnosis
Diagnosis
limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan melalui prosedur-prosedur
di bawah ini.3
1.
Anamnesis
lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat malam, berat badan
turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6 bulan.
2.
Pemeriksaan fisik
dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar getah bening, hati, dan
lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit atau infeksi.
3.
Hitung sel
darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan hitung trombosit.
4.
Pemeriksaan
kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat, laktat dehidrogenase
(LDH), serta alkali fosfatase.
5.
Pembuatan
radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus (pembesaran kelenjar
getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan dinding dada.
6.
CT scan atau
MRI dada, abdomen, dan pelvis.
7.
Scan tulang jika
ada nyeri tekan pada tulang.
8.
Scan galium,
dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan area penyakit atau
penyakit residual pada mediastinum.
9.
Biopsi dan
aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV.
10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.
Diagnosis Banding
·
Citomegalovirus
·
Mononukleosis
infeksiosa
·
Ca Paru
·
Artritis
rheumatoid
·
Sarkoidosis
·
Serum Sickness
·
Sifilis
·
Lupus
Eritematosus Sistemik
·
Toxoplasmosis
·
Tuberculosis
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu:
a.
Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang
terbatas dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti
limfoma gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada resiko
perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih menjadi pilihan
utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan untuk mendukung proses
penegakan diagnosis melalui surgical
biopsy.7
b.
Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan
limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih sulit
untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah banyak
digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin seperti radioimunoterapi dan
radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi monoclonal seperti CD20 dan
CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara langsung, sedangkan
radioisotope menggunakan 131Iodine atau 90Yttrium untuk
irradiasi sel-sel tumor secara selektif7. Teknik radiasi yang
digunakan didasarkan pada stadium limfoma itu sendiri1, yaitu:
· Untuk
stadium I dan II secara mantel radikal
· Untuk
stadium III A/B secara total nodal radioterapi
· Untuk
stadium III B secara subtotal body irradiation
· Untuk
stadium IV secara total body irradiation
Gambar 5. Berbagai macam teknik
radiasi
c.
Kemoterapi1,6,7
Merupakan teknik pengobatan
keganasan yang telah lama digunakan dan banyak obat-obatan kemoterapi telah
menunjukkan efeknya terhadap limfoma.
Pengobatan Awal:
1.
MOPP
regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
o Mechlorethamine: 6 mg/m2,
hari ke 1 dan 8
o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2
hari ke 1 dan 8
o Procarbazine: 100 mg/m2,
hari 1-14
o Prednisone: 40 mg/m2,
hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4
2. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk
6 siklus
o Adriamycin: 25 mg/m2,
hari ke 1 dan 15
o Bleomycin: 10 mg/m2,
hari ke 1 dan 15
o Vinblastine: 6 mg/m2,
hari ke 1 dan 15
o Dacarbazine: 375 mg/m2,
hari ke 1 dan 15
3. Stanford
V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus
o Vinblastine: 6 mg/m2, minggu
ke 1, 3, 5, 7, 9, 11
o Doxorubicin: 25 mg/m2,
minggu ke 1, 3, 5, 9, 11
o Vincristine: 1,4 mg/m2,
minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12
o Bleomycin: 5 units/m2,
minggu ke 2, 4, 8, 10, 12
o Mechlorethamine: 6 mg/m2,
minggu ke 1, 5, 9
o Etoposide: 60 mg/m2 dua
kali sehari, minggu ke 3, 7, 11
o Prednisone: 40 mg/m2, setiap
hari, pada minggu ke 1-10, tapering of pada minggu ke 11,12
4. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu
untuk 8 siklus
o Bleomycin: 10 mg/m2, hari
ke- 8
o Etoposide: 200 mg/m2, hari
ke 1-3
o Doxorubicin (Adriamycine): 35
mg/m2, hari ke-1
o Cyclophosphamide: 1250 mg/m2,
hari ke-1
o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2,
hari ke-8
o Procarbazine: 100 mg/m2,
hari ke 1-7
o Prednisone: 40 mg/m2, hari
ke 1-14
Jika pengobatan awal gagal atau
penyakit relaps:
1. ICE regimen
a. Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
b. Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
c. Carboplatin: AUC 5, hari ke-2
d.
Etoposide:
100 mg/m2, hari ke 1-3
2.
DHAP
regimen
a. Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
b. Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada
hari ke-2
c.
Dexamethasone:
40 mg, hari ke 1-4
3.
EPOCH
regimen – Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan doxorubicin diberikan
secara bersamaan selama 96 jam IV secara berkesinambungan.
a. Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4
b. Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4
c. Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4
d. Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5
e. Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6
d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana
interferon-α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat
pemberian kemoterapi.7
e.
Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi
pilihan apabila limfoma tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika
pasien mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan
transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus.
Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai dengan
sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara
kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum tulang
penderita. Sedangkan transplantasi secara autologus, donor sumsum tulang
berasal dari sumsum tulang penderita yang masih bagus diambil kemudian
dibersihkan dan dibekukan untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh
penderita agar dapat menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.2
Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat
terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu komplikasi karena pertumbuhan
kanker itu sendiri dan komplikasi karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi
karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia, perdarahan,
infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava
superior, kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga
perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit
sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan komplikasi akibat penggunaan
kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan,
neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung akibat
penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.1,6
Prognosis
Menurut
The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin ditentukan oleh
beberapa faktor di bawah ini, antara lain:
- Serum
albumin < 4 g/dL
- Hemoglobin
< 10.5 g/dL
- Jenis
kelamin laki-laki
- Stadium
IV
- Usia
45 tahun ke atas
- Jumlah
sel darah putih > 15,000/mm3
- Jumlah
limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah
putih
Jika
pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%,
sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan
hidupnya hanya 59%.1
Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin,
faktor yang mempengaruhi prognosisnya antara lain:
·
usia (>60 tahun)
·
Ann Arbor stage (III-IV)
·
hemoglobin (<12 g/dL)
·
jumlah area limfonodi yang terkena (>4)
and
·
serum LDH (meningkat)
yang
kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah
(memiliki 0-1 faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan
resiko buruk (memiliki 3 atau lebih faktor di atas).6
DAFTAR PUSTAKA
1. Dessain, S.K.
2009. Hodgkin Disease. [serial
online]. http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview.
[25 Juli 2010].
2. Ford-Martin,
Paula. 2005. Malignant Lymphoma. [serial online]. http://www.healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma/.
[25 Juli 2010].
3. Price, S.A dan
Wilson, L.M. 2005. “Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes,
Sixth Edition”. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari dan Mahanani. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
4. Reksodiputro,
A. dan Irawan, C. 2006. “Limfoma Non-Hodgkin”. Disunting oleh Sudoyo,
Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Kumar, Abbas,
dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of
Diseases 7th Edition. Philadelphia: Elsevier & Saunders
6. Vinjamaram, S.
2010. Lymphoma, Non-Hodgkin. [serial
online]. http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [25 Juli 2010].
7.
Berthold, D.
dan Ghielmini, M. 2004. Treatment of Malignant Lymphoma. Swiss Med Wkly (134) : 472-480.
Comments
Post a Comment