KARSINOGENESIS

Dalam kondisi normal, pembelahan, poliferasi, dan diferensiasi sel dikontrol secara ketat (Price et al., 2006). Kerusakan genetik nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan atau mutasi genetik semacam ini mungkin didapat akibat pengaruh lingkungan, seperti zat kimia, radiasi, atau virus, atau diwariskan dalam sel germinativum (Kumar et al., 2007; Price et al., 2006).

Telah diidentifikasi empat golongan gen yang memainkan peranan penting dalam mengatur sinyal mekanisme faktor pertumbuhan dan siklus sel itu sendiri, termasuk protoonkogen yang mendorong pertumbuhan, gen penekan kanker ( tumor suppressor gene) yang menghambat pertumbuhan ( antionkogen), gen yang mengatur kematian sel terencana ( programmed cell death), atau apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA yang rusak (Kumar et al., 2007; Price et al., 2006).

Karsinogenesis adalah suatu proses banyak tahap, baik pada tingkat fenotipe maupun genotype. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik, misalnya pertumbuhan berlebihan, sifat invasi lokal, dan kemampuan metastasis jauh. Sifat ini diperoleh secara bertahap, suatu fenomena yang disebut tumor progression. Pada tingkat molekular, progresi ini terjadi akibat akumulasi kelainan genetik yang pada sebagian kasus dipermudah oleh adanya gangguan pada perbaikan DNA. Perubahan genetik yang mempermudah tumor progression melibatkan tidak saja gen yang mengendalikan angiogenesis, invasi, dan metastasis. Sel kanker juga harus melewatkan proses penuaan normal yang membatasi pembelahan sel (Kumar et al., 2007).

Dalam kondisi fisiologis normal, mekanisme sinyal sel yang memulai proliferasi sel dapat dibagi menjadi langkah- langkah sebagai berikut: (1) faktor pertumbuhan, terikat pada reseptor khusus pada permukaan sel; (2) reseptor faktor pertumbuhan diaktifkan yang sebaliknya mengaktifkan beberapa protein transduser; (3) sinyal ditransmisikan melewati sitosol melalui second messenger menuju inti sel; (4) faktor transkripsi inti yang memulai pengaktifan transkripsi asam deoksiribonukleat (DNA).

Ketika keadaan menguntungkan untuk pertumbuhan sel, sel terus melalui fase replikasi sel, Siklus sel tersebut dibagi menjadi empat fase: G1 (gap 1), S (sintesis), G2 (gap 2), dan M (mitosis). Sel tidak aktif yang terdapat dalam keadaan tidak membelah disebut G0 (Price et al., 2006).

Banyak yang telah diketahui tentang gen RB karena merupakan gen penekan tumor yang pertama kali ditemukan. Produk gen RB adalah suatu protein pengikat-DNA yang diekspresikan pada semua sel yang diteliti; protein tersebut berada dalam bentuk terhipofosforilasi aktif dan terhiperfosforilasi tidak aktif. Pada keadaan aktif, RB berfungsi sebagai rem untuk menghambat melajunya sel dari fase G1 ke S pada siklus sel. Apabila sel dirangsang oleh faktor pertumbuhan, protein RB diinaktifkan melalui fosforilasi, rem dilepas, dan sel melewati tahap G1 ke S. saat masuk fase S, sel bertekad (committed) untuk membelah tanpa memerlukan stimulasi faktor pertumbuhan tambahan. Selama fase M berikutnya, gugus fosfat dikeluarkan dari RB oleh fosfat selular sehingga kembali dihasilkan bentuk RB terdefosforilasi.


Dasar molekul efek perngereman ini telah diungkapkan secara rinci dan elegan. Sel tenang (quiescent, pada G0 atau G1) mengandung RB bentuk terhipofosforilasi yang inaktif. Pada status ini, RB mencegah replikasi sel dengan mengikat, dan mungkin menyebabkan sekuestrasi, family E2F dari faktor transkripsi. Apabila sel yang tenang ini dirangsang oleh faktor pertumbuhan, konsentrasi siklin D dan E meningkat, dan aktivasi siklin D/CDK4, siklin D/CDK6, dan siklin E/CDK2 yang terjadi menyebabkan fosforilasi RB. RB bentuk terhiperfosforilasi membebaskan faktor transkripsi E2F dan mengaktifkan transkripsi beberapa gen sasaran. Apabila tidak terdapat protein RB, atau apabila kemampuannya untuk menyingkirkan faktor transkripsi terganggu akibat mutasi, rem molecular terhadap siklus sel akan lepas, dan sel berpindah secara bersemangat ke dalam fase S.

Gen penekan tumor TP53 (dulu P53) adalah salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi pada kanker manusia. Gen ini memiliki banyak fungsi dan tidak dapat di klasifikasikan dengan mudah ke dalam kelompok fungsional
tertentu yang serupa dengan gen lain. TP53 dapat menimbulkan efek anti proliferasi, tetapi yang tidak kalah penting, gen ini juga mengendalikan apoptosis. secara mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stress, mengarahkan sel untuk memberikan tanggapan yang sesuai, baik berupa penghentian siklus sel maupun apoptosis. Berbagai stress dapat memicu jalur respons TP53, termasuk anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai, dan kerusakan pada integritas DNA. Dengan mengendalikan respons kerusakan DNA, TP53 berperan penting dalam mempertahankan integritas genom.
TP53 normal di dalam sel yang tidak mengalami stress memiliki waktu paruh yang pendek (20 menit). Waktu paruh yang pendek ini disebabkan oleh ikatan dengan MDM2, suatu protein yang mencari TP53 untuk menghancurkannya. TP53 mengalami modifikasi pascatranskripsi yang membebaskannya dari MDM2 dan meningkatkan waktu-paruhnya. Selama proses pembebasan dari MDM2, TP53 juga menjadi aktif sebagai suatu faktor transkripsi. Sudah ditemukan lusinan gen yang transkripsinya dipicu oleh TP53. Gen tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kategori umum-gen yang menyebabkan penghentian siklus sel dan gen yang menyebabkan apoptosis.
Penghentian siklus sel yang diperantarai oleh TP53 dapat dianggap sebagai respons primordial terhadap kerusakan DNA. Hal ini terjadi pada akhir fase G1 dan disebabkan terutama oleh transkripsi CDK1 dependen-TP53 CDKN1A(p21). Gen CDKN1A, seperti telah dijelaskan, menghambat kompleks siklin/CDK dan mencegah fosforilasi RB yang penting agar sel dapat masuk ke fase G1. Penghentian siklus sel ini disambut baik karena “member napas” bagi sel untuk memperbaiki kerusakan DNA. TP53 juga membantu proses dengan menginduksi protein tertentu, seperti GADD45( penghentian pertumbuhan dan kerusakan DNA), yang membantu perbaikan DNA. Apabila kerusakan DNA berhasil diperbaiki, TP53 meningkatkan ( upregulate ) transkripsi MDM2, yang kemudian menkan (down regulate) TP53, sehingga hambatan terhadap siklus sel dapat dihilangkan. Apabila selama jeda kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki,
TP53 normal mengarahkan sel ke “liang kubur” dengan memicu apoptosis. Protein ini melakukannya dengan memicu gen pencetus seperti BAX.
Secara singkat, TP53 mendeteksi kerusakan DNA melalui mekanisme yang tidak diketahui dan membantu perbaikan DNA dengan menyebabkan penghentian G1 dan memicu gen yang memperbaiki DNA. Sel yang mengalami kerusakan DNA dan tidak dapat diperbaiki diarahkan oleh TP53 untuk mengalami apoptosis. Berdasarkan aktivitas ini, TP53 layak disebut “pengawal genom”. Apabila terjadi kehilangan TP53 secara homozigot, kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi di sel yang membelah sehingga sel akan masuk jalan satu-arah menuju transformasi keganasan (Kumar et al., 2007).

Comments

Popular posts from this blog

METABOLISME LEMAK

DISLIPIDEMIA

METASTASIS (SUPPLEMENTARY INFORMATION)